Alat Musik Tradisional Indonesia: Angklung dan Kolintang

Musik tidak dipungkiri lagi  merupakan bagiann dari setiap suku di Indonesia dilihat dari banyaknya jenis alat musik tradisional di Indonesia. Indonesia memang terdiri dari beragam macam kebudayaan yang mempunyai ciri khas alat musiknya sendiri contohnya angklung dan kolintang. Saya akan membahas ke dua alat musik tersebut di artikel saya kali ini.

Angklung yang berasal dari Sunda
Angklung yang berasal dari Sunda Jawa Barat ini memang sudah sangat terkenal bahkan sampai se Asia Tenggara. Angklung terbuat dari bambu yang dibentuk sedemikian rupa sehingga bila dipukul akan menyebabkan resonansi yang menghasilkan suara. Alat musik ini biasanya diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia mulai dari tingkat sekolah dasar dimana bagian bawahnya dipegang dengan satu tangan sementara tangan yang satu lagi menggetarkannya secara cepat. Satu ansembel angklung membutuhkan pemain lebih dari satu.

Angklung berarti nada yang terputus dan memegang peranan penting dalam ritual-ritual masyarakat pada zaman kerajaan sunda dan kerajaan Hindu. Dalam perjalanannya, angklung juga dimainkan untuk menyemangati pasukan kerajaan Sunda dalam perang Bubat.

Daeng Soetigna memeperkenalkan angklung kepada dunia Internasional pada tahun 1938 dengan menciptakan angklung yang bertangga nada diatonik. Pada tahun 1955, sebuah orkestra angklung bermain di KAA di Bandung. Angklung akhirnya ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada tahun 2010.

Kolintang dari Minahasa
Minahasa di Sulawesi Utara pun memiliki alat musik tradisionalnya sendiri yaitu kolintang. Kolintang terbuat dari kayu dengan 14-21 bilah yang panjangnya berbeda-beda yaitu antara 30-100 cm. Semakin pendek kayunya maka akan semakin tinggi suaranya dan sebaliknya jika semakin panjang kayunya maka akan semakin rendah suaranya. Kolintang berasal dari kata Mangemo Kumolintang yang berarti “ Mari kita lakukan Tong Ting Tang” yang kemudian seiring waktu berjalan berubah menjadi kolintang.
Kolintang awalnya dipakai dalam ritual-ritual masyarakat terhadap dewa-dewi mereka dan ketika misionaris memasuki wilayah Minahasa maka pemakaian kolintang sempat punah selama 50 tahun yang akhirnya muncul kembali stetelah PD II yang dipelopori oleh seorang seniman buta yang bernama Nelwan Katuuk .

sumber: id.yamaha.com

0 Comment "Alat Musik Tradisional Indonesia: Angklung dan Kolintang"

Post a Comment